Saat ini Negara China sedang menghadapi dilema besar terkait cara mengelola dan membuang aset kripto yang sudah disita dari berbagai aktivitas kejahatan atau ilegal. Seiring maraknya kejahatan berbasis mata uang kripto atau digital ini, para pengacara, pejabat, dan regulator mulai mendesak adanya aturan yang lebih jelas dan terstruktur untuk menangani kripto hasil sitaan.
Melansir Yahoo Finance, pada hari kamis 17 April 2025 Laporan dari perusahaan investasi Bitcoin River memberkan bahwa pada akhir 2024, Pemerintah negara China diprediksi memegang sekitar 15.000 Bitcoin. Jumlah ini Menempatkan Negara China sebagai pemegang aset kripto terbesar nomor 14 di dunia.
Didaratan China, perdagangan mata uang kripto seperti Bitcoin dan Ethereum dilarang keras. Kripto juga tidak diakui secara hukum sebagai alat pembayaran atau bentuk aset yang sah. Namun hal ini tidak menghentikan pihak berwenang setempat untuk menyita kripto hasil dari kegiatan ilegal.
Kurangnya Regulasi tentang prosedur pembuangan kripto hasil kejahatan membuat perlakuan terhadap aset ini sangat bervariasi antar daerah. Hal ini memunculkan kekhawatiran akan adanya ketidak terbukaan, potensi penyalahgunaan wewenang, dan bahkan mendorong pelaku kejahatan menjadi lebih berani melakukan tindakan ilegal.
Guo Zhihao, pengacara senior di Firma Hukum Beijing Yingke, menyatakan, larangan perdagangan kripto bertentangan dengan kebutuhan otoritas lokal yang ingin melikuidasi aset sitaan. Beberapa seminar diakukan untuk membahas tentan rebvisi kebijakan ini. Walau belum adanya keputusan resmi, mayoritas sepakat bahwa pengadilan mengakui kripto sebagai salah satu bentuk aset dan membuat prosedur nasional yang seragam.