Presiden Trump mengumumkan kebijakan tarif besar-besaran yang disebut “Liberation Day“, yang mencakup tarif 10% pada semua impor dan tarif lebih tinggi untuk negara serta produk tertentu. Langkah ini memicu penurunan tajam di pasar saham global, dengan indeks S&P 500, Nasdaq, dan Dow Jones mengalami penurunan signifikan. Situasi ini dikenal sebagai “Kejatuhan Pasar Saham 2025“, menjadi penurunan pasar global terbesar sejak krisis keuangan 2020.

Survei JPMorgan terhadap 495 investor menunjukkan bahwa 93% responden memperkirakan indeks S&P 500 akan tetap di bawah 6.000 dalam 12 bulan ke depan, dengan 40% memprediksi akan berada di antara 5.000 dan 5.500. Sebanyak 61% investor mengantisipasi terjadinya stagflasi, sementara 20% lainnya memperkirakan resesi yang lebih parah.
Startup yang bergantung pada impor dari negara-negara seperti China, Kanada, dan Meksiko menghadapi peningkatan biaya produksi akibat tarif baru ini. Kenaikan biaya ini memaksa banyak perusahaan rintisan untuk menyesuaikan strategi bisnis mereka, termasuk mencari pemasok alternatif, menaikkan harga produk, atau bahkan mempertimbangkan relokasi produksi.
Kebijakan tarif baru AS pada tahun 2025 telah menciptakan ketidakpastian yang signifikan di pasar keuangan dan ekosistem startup. Investor dan perusahaan rintisan harus menavigasi lingkungan ekonomi yang lebih kompleks, dengan mempertimbangkan strategi diversifikasi, efisiensi biaya, dan penyesuaian model bisnis untuk tetap bertahan dan berkembang di tengah tantangan ini.