
Dunia kripto sejak awal dikenal menjunjung tinggi prinsip keterbukaan (open source), seperti yang diterapkan oleh Bitcoin dan Ethereum. Transparansi ini memungkinkan siapa pun untuk memeriksa kode sumber, memperkuat kepercayaan terhadap sistem, dan mendorong kolaborasi komunitas.
Namun, perkembangan teknologi dan persaingan di sektor kripto memicu munculnya tantangan baru. Banyak proyek open source disalin oleh pihak lain demi keuntungan cepat, tanpa mengindahkan idealisme awal. Beberapa pengembang kini beralih ke model closed source demi melindungi inovasi dan mengurangi risiko peretasan.
Langkah ini menuai kritik. Pendekatan tertutup dinilai bertentangan dengan semangat asli kripto dan menciptakan risiko keamanan karena pengguna tidak bisa memverifikasi sistem. Kasus peretasan platform DeFi Loopscale di jaringan Solana, yang menggunakan kode tertutup, memperkuat kekhawatiran tersebut. Sekitar USD5,8 juta dana pengguna sempat dicuri setelah peretas mengeksploitasi aturan jaminan dalam sistem.
Menurut Anza, firma riset di ekosistem Solana, sistem tertutup membuat pengguna harus “percaya buta” pada pengembang. Sementara itu, data dari DefiLlama menunjukkan bahwa pada April 2025, 90% dari total nilai terkunci (TVL) di DeFi Solana berasal dari proyek open source.
Max Kaplan, CTO dari Sol Strategies, menyarankan pendekatan kombinatif: kode sumber terbuka yang diaudit pihak ketiga dan didukung oleh program bug bounty. “Semakin banyak mata yang mengawasi, semakin kecil kemungkinan celah keamanan lolos,” ujarnya.
Dengan dunia kripto berada di persimpangan antara keterbukaan dan perlindungan, transparansi terbukti tetap menjadi fondasi penting bagi keamanan dan kepercayaan jangka panjang.