Pada bulan Juni 2025 mendatang, G7, yang terdiri dari Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Inggris, Prancis, Italia, dan Jepang, dijadwalkan untuk membahas ancaman serius terkait serangan siber dan pencurian kripto yang semakin meresahkan, khususnya yang dilakukan oleh Korea Utara.
Pencurian miliaran dolar yang diperkirakan digunakan untuk mendanai program senjata negara tersebut menjadi salah satu isu utama yang akan dibicarakan di KTT G7 yang akan digelar di Kanada. Para pemimpin dunia kini semakin sadar akan bahaya yang ditimbulkan oleh cyberattacks ini, yang melibatkan kelompok peretas ternama seperti Lazarus Group.
Serangan Pencurian Kripto Korea Utara: Dampak Global yang Besar
Korea Utara semakin dikenal sebagai aktor utama di balik serangan siber besar yang menargetkan platform kripto global. Dalam beberapa tahun terakhir, Lazarus Group, kelompok peretas yang diduga terkait dengan pemerintah Korea Utara, telah berhasil mencuri lebih dari $1,3 miliar dari berbagai exchange dan platform kripto di seluruh dunia.
Serangan mereka yang terbaru adalah pada crypto exchange Bybit pada Februari 2025, yang meraup dana sebesar $1,4 miliar, menjadikannya pencurian kripto terbesar yang tercatat hingga saat ini.
Keberhasilan pencurian ini bukan hanya merugikan sektor kripto, namun juga memicu kekhawatiran mengenai pembiayaan program senjata Korea Utara. Berdasarkan laporan terbaru dari Chainalysis, hasil pencurian tersebut diduga digunakan untuk mendanai pengembangan rudal dan program nuklir negara tersebut.
Hal ini semakin memperburuk hubungan internasional, mengingat Korea Utara berada di bawah sanksi internasional yang keras.
Serangan Meningkat, Kerugian Terus Melonjak
Pencurian kripto oleh Korea Utara telah meningkat pesat. Selama tahun 2024 saja, diperkirakan ada 47 insiden besar di mana aktor yang terkait dengan Korea Utara berhasil mengakses dan mencuri aset digital bernilai lebih dari $1,3 miliar. Bahkan, tahun 2025 dimulai dengan lonjakan yang signifikan dalam serangan siber, dengan lebih dari $1,74 miliar tercatat sebagai kerugian akibat peretasan dalam empat bulan pertama tahun ini.
Tak hanya serangan eksternal, Korea Utara juga semakin mahir dalam menggunakan strategi peretasan yang lebih canggih. Salah satunya adalah infiltrasi melalui pekerja IT yang menyamar sebagai pengembang lepas.
Pada Januari 2025, Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan mengeluarkan peringatan bersama mengenai ancaman ini. Bahkan, dalam serangan terbaru, Kraken, salah satu crypto exchange crypto terbesar, berhasil mengidentifikasi dan menggagalkan upaya infiltrasi oleh agen yang diduga berasal dari Korea Utara.
G7 Mencari Solusi Global untuk Ancaman Pencurian Kripto
Pemimpin negara-negara G7, yang terdiri dari Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Inggris, Prancis, Italia, dan Jepang, diperkirakan akan membahas masalah ini secara serius pada KTT yang akan datang.
Meskipun pertemuan ini juga akan fokus pada konflik besar lainnya seperti yang terjadi di Ukraina dan Gaza, ancaman yang ditimbulkan oleh pencurian kripto yang dilakukan oleh Korea Utara menjadi agenda utama yang tak bisa diabaikan.
Menurut sumber yang familiar dengan agenda KTT G7, pembicaraan akan difokuskan pada kebutuhan untuk meningkatkan kerjasama internasional dalam menghadapi ancaman siber, khususnya yang dilakukan oleh negara dengan motif geopolitik seperti Korea Utara.
Serangan-serangan ini tidak hanya merusak industri kripto, tetapi juga menjadi ancaman bagi keamanan global.