
Deutsche Bank memproyeksikan bahwa stablecoin akan segera menjadi bagian penting dari sistem keuangan global. Dalam laporan riset tematik yang ditulis oleh Marion Laboure dan Camilla Siazon, bank tersebut menyoroti potensi adopsi stablecoin secara luas berkat perkembangan regulasi di Amerika Serikat.
Stablecoin adalah mata uang digital yang nilainya dipatok pada aset stabil seperti dolar AS atau emas, dan diperdagangkan di jaringan blockchain. Berbeda dengan kripto seperti Bitcoin atau Dogecoin, stablecoin dirancang untuk memiliki nilai yang stabil.
Menurut Deutsche Bank, kapitalisasi pasar stablecoin telah melonjak dari US$20 miliar pada 2020 menjadi lebih dari US$246 miliar, dengan Tether menjadi pemain terbesar dengan kapitalisasi sekitar US$150 miliar. Stablecoin juga telah mencatatkan volume transaksi sebesar US$28 triliun pada 2023—melampaui Visa dan Mastercard.
Sebanyak 83% stablecoin yang didukung oleh mata uang fiat dipatok ke dolar AS. Bahkan, sekitar US$99 miliar dari obligasi pemerintah AS dimiliki oleh Tether, menjadikannya salah satu pemegang surat utang AS terbesar di dunia.
Dua rancangan undang-undang di Kongres AS—STABLE Act dan GENIUS Act—tengah disiapkan untuk memberikan kerangka hukum yang jelas bagi stablecoin berbasis dolar. Meski demikian, proses legislasi ini menghadapi hambatan politik, terutama dari kalangan Partai Demokrat yang menyoroti hubungan Donald Trump dengan industri kripto.
Deutsche Bank menyebut bahwa stablecoin kini menopang dua pertiga dari seluruh perdagangan kripto dan memainkan peran penting dalam likuiditas global, aliran modal, serta inovasi sistem pembayaran.
“Stablecoin kini menjadi bagian penting dari infrastruktur dolar digital,” tulis Laboure dan Siazon. Mereka meyakini bahwa regulasi AS akan memperjelas posisi hukum stablecoin dan mempercepat integrasinya ke dalam sistem keuangan global.