Harga Bitcoin sempat mengalami apresiasi hingga menyentuh $105,000 setelah muncul kabar tentang kesepakatan tarif antara Amerika Serikat dan China.
Namun, sentimen itu hanya bertahan sementara. Ketidakpastian makroekonomi masih membayangi, termasuk inflasi tinggi dan pelemahan ketenagakerjaan.
Di sisi lain, usulan kenaikan debt ceiling sebesar $4 triliun menambah dinamika yang memengaruhi arah pasar. Apakah Bitcoin masih memiliki ruang untuk apresiasi lebih lanjut, atau justru berisiko terkoreksi lebih dalam?
Ketidakpastian Sentimen Global
Kabar soal kesepakatan tarif selama 90 hari antara Amerika Serikat dan China memang sempat membawa sentimen positf ke pasar keuangan.
AS menurunkan tarif dari 145% menjadi 30%, sementara China memangkasnya dari 125% menjadi 10%. Tambahan tarif balasan yang sempat diberlakukan juga dicabut.
Analisis Harga Bitcoin Berdasarkan Debt Ceiling
Di luar isu perdagangan, perdebatan terkait kebijakan fiskal di Amerika Serikat juga menjadi sorotan utama. Pemerintah sedang mempertimbangkan untuk menaikkan batas atas utang sebesar $4 triliun, bahkan $5 triliun.
Jika disetujui, langkah ini akan memungkinkan pemerintah melanjutkan pembiayaan program-program fiskal dan mempertahankan kelangsungan anggaran negara.
Kebijakan ini bisa menjadi katalis tambahan bagi likuiditas. Dengan bertambahnya ruang belanja, pemerintah dapat menggelontorkan stimulus tambahan yang secara historis sering berdampak positif pada aset berisiko, termasuk Bitcoin.