
PT PAM Mineral Tbk. (NICL), emiten tambang nikel milik konglomerat Christopher Sumasto Tjia, menyayangkan keputusan Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menghentikan sementara perdagangan sahamnya (suspensi) di tengah lonjakan harga signifikan.
Direktur PAM Mineral, Suhartono, menjelaskan bahwa kenaikan harga saham terjadi seiring keterbukaan informasi perseroan terkait kinerja keuangan dan konsistensi pembagian dividen. “Kinerja dan laporan posisi keuangan menjadi dasar bagi investor dalam mengambil keputusan,” ujar Suhartono dalam paparan publik insidentil, Senin (19/5/2025).
PAM Mineral mencatatkan laba tahun berjalan sebesar Rp193,13 miliar per akhir Maret 2025, meningkat drastis 1.473,69% dibandingkan Rp12,27 miliar pada Maret 2024. Penjualan juga melonjak 365,68% menjadi Rp543,91 miliar dari Rp116,79 miliar.
Suhartono menambahkan, industri nikel Indonesia diuntungkan oleh posisi strategis di pasar global, terlebih dalam konteks geopolitik China-Amerika yang memperketat suplai nikel. “Indonesia menguasai 34% cadangan nikel global dan memegang peran penting dalam rantai pasok mineral kritis, terutama untuk industri kendaraan listrik,” ungkapnya.
Terkait suspensi, Direktur Rony Permadi Kusuma menyatakan keberatan karena tidak ada kesempatan untuk menyampaikan klarifikasi terlebih dahulu. “Sebelum disuspensi, seharusnya kami diberi ruang untuk menjawab. Kami memahami adanya pengumuman UMA, tapi sebaiknya jangan langsung disuspensi,” katanya.
Saham NICL sebelumnya melonjak 211,76% dalam sebulan terakhir dan 307,69% sejak awal tahun. BEI menghentikan perdagangan saham NICL pada sesi I, Jumat (16/5/2025), setelah menetapkan saham tersebut masuk kategori Unusual Market Activity (UMA).