akarta, 18 Mei 2025 — Ekosistem aset digital global terus menunjukkan pertumbuhan luar biasa. Hingga Mei 2025, lebih dari 37 juta token kripto tercatat beredar secara global, menurut data dari Coinmarketcap. Pertumbuhan ini terutama dipicu oleh kemudahan pembuatan token di berbagai blockchain seperti Solana dan Binance Smart Chain, yang memungkinkan siapa pun menciptakan aset digital mereka sendiri.
Lonjakan ini tidak hanya mencerminkan pertumbuhan jumlah, tetapi juga meluasnya penerapan teknologi blockchain dalam berbagai sektor kehidupan nyata, mulai dari keuangan terdesentralisasi (DeFi), gaming, hingga logistik dan seni digital (NFT).
Kapitalisasi Pasar Kripto Capai USD 3,33 Triliun di Akhir 2024
Pertumbuhan jumlah token berdampak langsung pada kapitalisasi pasar kripto, yang mencapai USD 3,33 triliun pada akhir 2024, atau sekitar Rp 54.907 triliun (kurs Rp16.488 per USD). Lonjakan nilai ini mencerminkan meningkatnya minat investor institusi maupun individu, serta pertumbuhan spekulasi dan utilitas token yang makin luas.
Perbandingan historis: Pada tahun 2017, jumlah token di pasar tercatat di bawah 3.000. Kini, hanya dalam waktu delapan tahun, jumlah tersebut melonjak lebih dari 12.000 kali lipat.
Analis memperkirakan bahwa hingga akhir 2025, jumlah token dapat menyentuh angka 100 juta, mengikuti jejak revolusi digital lainnya seperti internet atau media sosial, yang awalnya juga dimulai dari adopsi kecil hingga akhirnya menjadi sistem ekonomi global baru.
Pasar Gelap Kripto: Telegram Jadi Sarang Aktivitas Ilegal
Di sisi lain dari pertumbuhan industri kripto, terjadi penyalahgunaan platform digital untuk aktivitas ilegal. Aplikasi Telegram resmi menutup Haowang Guarantee (d/h Huione Guarantee), pasar gelap berbasis stablecoin terbesar dalam sejarah, dengan volume transaksi melebihi USD 27 miliar sejak 2021. Bersama dengan Xinbi Guarantee, total transaksi keduanya mencapai USD 35 miliar, menurut perusahaan analisis blockchain Elliptic.
Stablecoin dan Perpindahan dari Dark Web ke Telegram
Berbeda dari pasar gelap klasik seperti Silk Road (USD 216 juta) dan Alphabay (USD 639 juta), Haowang dan Xinbi memanfaatkan stablecoin (mata uang kripto yang dipatok ke dolar AS) untuk menghindari pelacakan. Mereka beroperasi sebagai ‘guarantee marketplaces’, yakni perantara yang menyediakan escrow antara penjual dan pembeli barang atau jasa ilegal.
Menariknya, para pelaku kini beralih dari jaringan anonim (Tor) ke platform yang lebih umum seperti Telegram, demi menjangkau lebih banyak pengguna sembari tetap memanfaatkan fitur privasi dan enkripsi aplikasi tersebut. Telegram kini menjadi episentrum baru bagi perdagangan ilegal digital—satu tantangan serius bagi regulasi kripto global.