Liputan6.com, Jakarta – Gagasan menjadikan Bitcoin sebagai bagian dari cadangan strategis negara kini mulai diperbincangkan di Indonesia.
Usulan ini datang dari pelaku industri kripto domestik yang menyarankan agar Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) mempertimbangkan Bitcoin sebagai aset alternatif untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Menanggapi hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan sikap terbuka namun tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, menyebut bahwa inisiatif tersebut merupakan cerminan dari semangat inovatif industri aset digital.
Pandangan Industri Kripto: Strategi Modern untuk Diversifikasi Aset
Terkait hal ini, Chief Marketing Officer Tokocrypto, Wan Iqbal, menyambut baik usulan tersebut. Menurutnya, ini menunjukkan adanya perubahan cara pandang terhadap kripto sebagai alat pembangunan ekonomi nasional.
“Kami melihat usulan ini sebagai refleksi dari upaya menciptakan diversifikasi portofolio negara yang adaptif terhadap perkembangan zaman. Negara seperti Amerika Serikat bahkan telah mengumumkan strategi cadangan aset digital termasuk Bitcoin, sebagai langkah strategis jangka panjang,” ujar Iqbal dalam keterangan resmi, Kamis (15/5/2025).
Ia menambahkan dengan tata kelola dan manajemen risiko yang tepat, kripto seperti Bitcoin bisa menjadi bagian dari solusi menghadapi gejolak ekonomi global dan fluktuasi nilai tukar.
Belajar dari AS: Cadangan Digital untuk Stabilitas Ekonomi
Amerika Serikat telah mulai merancang strategi serupa dengan memasukkan Bitcoin dan empat aset kripto lainnya Ethereum (ETH), Ripple (XRP), Solana (SOL), dan Cardano (ADA) sebagai bagian dari cadangan digital nasional. Tujuannya bukan hanya diversifikasi, tapi juga stabilisasi pasar kripto dengan mengurangi tekanan jual dari lembaga pemerintah saat likuiditas dibutuhkan.
“Langkah AS ini memberikan preseden penting bahwa keterlibatan pemerintah dalam kepemilikan kripto tidak selalu berarti bentuk adopsi ekstrem, tetapi lebih pada strategi kebijakan moneter baru yang adaptif terhadap era digital,” kata Iqbal.
Meski terbuka terhadap ide kepemilikan Bitcoin, OJK juga menyarankan pendekatan yang lebih terukur. Salah satunya melalui Real World Asset (RWA) atau aset nyata yang ditokenisasi seperti properti, infrastruktur, atau komoditas berbasis blockchain.
Menurut Iqbal, RWA bisa menjadi jembatan antara dunia investasi tradisional dan teknologi blockchain, karena memiliki dasar hukum yang lebih kuat dan risiko yang lebih terkendali.
“RWA menawarkan kombinasi terbaik antara inovasi dan mitigasi risiko. Ini bisa menjadi langkah awal sebelum pemerintah mempertimbangkan eksposur langsung terhadap Bitcoin dalam cadangan strategisnya,” tambahnya.
Ia juga menilai bahwa pendekatan ini lebih mudah diterima oleh regulator serta membangun kepercayaan publik terhadap digitalisasi aset negara.