
Nilai transaksi aset kripto di Indonesia pada Maret 2025 mencapai Rp32,45 triliun, menunjukkan kinerja stabil dibandingkan Februari yang mencatat Rp32,78 triliun. Jumlah investor kripto juga mengalami kenaikan dari 13,31 juta menjadi 13,71 juta orang.
Chief Compliance Officer Reku sekaligus Ketua Umum ASPAKRINDO-ABI, Robby, menyatakan tren positif ini mencerminkan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap aset digital sebagai instrumen investasi alternatif. Meskipun pasar sempat terkoreksi ringan, masyarakat dinilai mulai memandang kripto sebagai bagian dari portofolio jangka panjang.
Robby menjelaskan bahwa fleksibilitas dan potensi imbal hasil tinggi membuat aset kripto semakin diminati. Ditambah lagi, kemudahan akses melalui platform seperti Reku yang diawasi OJK, serta edukasi yang semakin merata, mendorong partisipasi masyarakat, bahkan dengan modal awal hanya Rp10.000.
Optimisme juga diperkuat oleh performa Bitcoin yang hampir menyentuh harga tertingginya. Per 19 Mei 2025, harga Bitcoin tercatat USD 107.000 atau sekitar Rp1,75 miliar, hanya terpaut kurang dari 3% dari rekor tertinggi USD 109.100 pada Januari 2025.
“Kestabilan harga Bitcoin ini memicu optimisme, khususnya di kalangan investor ritel, dan memperkuat perannya sebagai penyimpan nilai jangka panjang,” ujar Robby.
Meski demikian, ia mengingatkan pentingnya berinvestasi secara bijak dengan menggunakan “uang dingin” dan menetapkan tujuan investasi yang jelas dan terukur.
Data Statista memproyeksikan jumlah investor kripto di Indonesia bisa mencapai 28,65 juta pada akhir 2025. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-12 dunia dalam kepemilikan kripto menurut Triple A, dengan 13,9% populasi memiliki aset digital.
Robby menegaskan bahwa kombinasi edukasi, regulasi yang kondusif, dan perlindungan investor akan menjadikan aset kripto bagian penting dari ekosistem investasi di Indonesia.