Setelah sempat menembus rekor tertinggi di angka USD 112.000 pekan lalu, harga Bitcoin mulai melemah dan kini terkoreksi ke kisaran USD 107.000–109.000 (sekitar Rp 1,74–1,75 miliar). Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, mengungkapkan bahwa pergerakan ini menunjukkan fase konsolidasi dan potensi tekanan jual jangka pendek menjelang periode krusial di bulan Juni.
Menurut Fyqieh, koreksi ini dipicu oleh aksi ambil untung dari para trader, didukung oleh indikator RSI (Relative Strength Index) 14-hari yang berada di level 65,44—menandakan momentum netral. “Jika tekanan jual berlanjut dan support di USD 104.670 ditembus, koreksi lebih dalam bisa terjadi. Namun, tren jangka menengah masih positif,” jelasnya.
Data on-chain juga mencatat penurunan jumlah dompet whale (investor besar) yang memegang 1.000–10.000 BTC, dari 2.021 menjadi 2.003 dalam dua hari. Ini menandakan pengambilan untung usai lonjakan harga, serta meningkatkan risiko volatilitas.
Fyqieh menambahkan, perhatian pasar kini tertuju pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 17–18 Juni mendatang. Ketidakpastian arah suku bunga dan potensi risiko stagflasi dinilai bisa memicu gejolak harga kripto dalam waktu dekat.
“Investor perlu disiplin dalam manajemen risiko. Juni kerap menjadi bulan rawan akibat ketidakpastian makro dan strategi redistribusi aset oleh institusi,” pungkasnya.