Wakil Presiden Amerika Serikat, J.D. Vance, kembali menyuarakan dukungannya terhadap Bitcoin (BTC) dalam pidatonya di Konferensi Bitcoin di Las Vegas, Minggu (1/6/2025). Vance menyatakan bahwa sikap anti-Bitcoin dari China justru menjadi alasan kuat bagi AS untuk memperkuat posisi strategisnya dalam industri aset digital.
Mengutip South China Morning Post, Vance menyebutkan bahwa kebijakan larangan kripto oleh China sejak 2021 harus dilihat sebagai peluang geopolitik bagi AS. Ia menegaskan bahwa “jika musuh utama kita menolak Bitcoin, maka sudah sewajarnya kita merangkulnya.”
Pernyataan ini juga sejalan dengan arah kebijakan Presiden Donald Trump, yang sejak awal 2025 mencanangkan AS sebagai pemimpin dalam industri kripto. Salah satu langkah konkretnya adalah membentuk cadangan strategis Bitcoin yang dikelola pemerintah federal.
Seiring dengan itu, Kongres AS sedang mempertimbangkan regulasi baru untuk stablecoin, dan industri kripto telah menggelontorkan lebih dari USD 119 juta demi mendorong agenda pro-kripto dalam politik nasional.
Secara global, lebih dari 93% pasokan Bitcoin (sekitar 19,6 juta BTC) telah ditambang. Namun, sebagian besar koin diperkirakan tidak beredar karena hilang secara permanen atau tidak aktif. Menurut analisis dari Chainalysis dan Glassnode, sekitar 3 hingga 3,8 juta BTC kemungkinan besar tidak akan pernah dapat diakses kembali.
Meskipun masih ada sekitar 1,4 juta BTC tersisa yang akan ditambang, prosesnya akan semakin lambat karena mekanisme halving setiap empat tahun. Diperkirakan, 99% dari total pasokan BTC akan selesai ditambang pada tahun 2035.
Dengan pasokan terbatas dan dukungan politik yang menguat, posisi Bitcoin sebagai aset strategis tampaknya akan semakin menguat di panggung global.