Mata uang kripto nomor 1 yaitu Bitcoin mengalami penurunan yang signifikan pada hari Senin tanggal 27 Januari 2025 di bawah USD 100.000 tepatnya di kisaran USD 98.000 atau setara dengan Rp1,58 miliar.
Dikutip dari Yahoo Finance pada hari Selasa (28 Januari 2025) angka ini merupakan angka kemrosotan yang sangat signifikan dari valuasi USD 110.000 dicapai sebelum pelantikan presiden Donald Trump. Salah satu dari pendiri BitMEX Arthur Hayes memperkirakan Bitcoin dapat menghadapi koreksi yang lebih dalam hingga kisaran USD 70.000 atau setara dengan Rp1,13 miliar hingga USD 75.000 atau setara dengan Rp 1,21 miliar dalam kurun waktu dekat ini. Ini merupakan dampak dari krisis keuangan mini yang semakin di depan mata.
Faktor pemicu utama penurunan ini adalah popularitas aplikasi kecerdasan buatan murah asal Tiongkok yaitu DeepSeek, yang diluncurkan baru-baru ini. Selain Bitcoin, saham teknologi besar seperti Nvidia, Microsoft, dan Meta juga mengalami penuruan tajam hari yang sama.
Pasar kripto secara keseluruhan turut merosot, dengan kerugian sekitar USD 864 juta menurut data terbaru dari CoinGlass. Minggu ini, perhatian investor tertuju pada pengumuman Federal Reserve AS terkait suku bunga.
Analis memprediksi suku bunga akan tetap berada di antara 4,25 persen dan 4,5 persen. Jika suku bunga tidak berubah, harga Bitcoin diperkirakan akan tetap stabil karena mencerminkan keberlanjutan kebijakan moneter saat ini.
Sebelumnya, pasar kripto sempat mengalami penurunan signifikan seiring dengan jatuhnya saham teknologi, termasuk Nvidia, akibat model kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) DeepSeek yang lebih efisien. Penurunan juga terjadi akibat adanya aksi ambil untuk dari para investor.
Dilansir dari Yahoo Finance, Selasa (28/1/2025), Bitcoin (BTC) sempat anjlok dari puncaknya di USD 105.000 atau setara Rp 1,7 miliar (asumsi kurs Rp 16.213 per dolar AS) pada Minggu menjadi di bawah USD 98.000, sebelum kembali ke kisaran USD 100.000.
Beberapa analis memperingatkan bahwa ini mungkin menjadi awal dari penurunan yang lebih dalam, namun ada juga yang melihatnya sebagai peluang.
Kepala Penelitian Aset Digital di Standard Chartered Bank, Geoffrey Kendrick dalam laporannya pada Senin pagi menyebut aksi jual ini sebagai kesempatan membeli saat harga turun.